Selasa, 13 Oktober 2015

Hujan di Tanah Tandus



“ Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia”. (Ali Bin Abi Thalib)
Kalimat diatas merupakan kutipan yang cukup terkenal dikalangan anak muda. Namun, kalimat diatas mengingatkan sekaligus mengajarkan pada kita bahwasannya janganlah bersandar pada manusia. Janganlah terlalu mengandalkan segalanya pada manusia. Janganlah beraharap bahwa manusia yang paling mengerti diri mu saat ini. Karena suatu saat nanti semua itu akan berakhir dengan perihnya sebuah kekecawaan. Mungkin saja bukan mereka yang salah, bukan mereka yang memberikan janji atau pun kesanggupan akan mengerti dan ada setiap saat hati mulai butuh mentari. Hanya saja mungkin diri sendiri yang terlalu berharap padanya yang memiliki kekurangan, yang sukar menjadi perasa, atau pun sulit diandalkan. atau mungkin diri sendiri yang terlalu berharap bahwasannya pohon akan tumbuh subur tanpa matahari, tanpa diberi tahu mereka akan mengerti.
Kenyataannya yang mengerti hati ini adalah diri sendiri dan Sang Pemilik Hati yang hakiki. Sungguh seluruh beban menjadi ringan bak kapas yang terbang ditiup angin, pabila kita menyerahkan segalanya dan seutuhnya pada Sang Maha Segalanya. Sungguh Maha Besar Allah menciptakan bulir-bulir air jernih yang keluar dari pelupuk mata, yang meringankan gundah dan resah yang bersemayam teduh dihati. Dalam pencarianku yang entah mencari sesuatu yang tak ku ketahui di padang tandus nan menggerus relung hati yang tak bernama, ku temukan Allah yang lebih mengerti dibandingkan dengan sahabat atau keluarga ataupun yang mengaku keluargaku. Dahulu mereka yang berkata dan berjanji akan selalu ada saat mentari mulai mengkhianati dan saat bulan mulai menampakkan kegundahan. Namun, kenyataannya hanya berteman sepi; meringkuk memeluk kaki dan tertunduk menghitung butir-butir air asin yang mengalir deras dari mata di temani bisikan angin yang mengejek. Gesekan sendal diujung jalan seperti sedang membicarakanku, kemana orang-orang yang selalu kau banggakan? Orang-orang yang selalu kau dahulukan? Orang-orang yang katamu selalu memberikan kenyamanan? Ataukah hanya dirimu sendiri  yang merasakan hal itu? Mereka yang tulus akan ada disaat-saat terpuruk mu, jika disaat terpurukmu mereka tak hadir; maka simpulkanlah sendiri. Akankah kau akan tetap bertahan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar